Foto : Nukila Evanty (Dok: Ist)
Keprinews.com, Kepri - Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) atau lebih dikenal di dunia Internasional sebagai Indigenous People's Initiatives dan Direktur Eksekutif Women' Working Group (WWG) yaitu Nukila Evanty, ditengah kesibukannya karena akan menghadiri pertemuan Asia Peace Innovator program di Salzburg (Austria) pada 14 s/d 21 Juni 2023 mendatang.
Saat di konfirmasi awak media secara lugas beliau mengungkapkan ada beberapa hal dan dampak dari pengerukan pasir dan usaha ekstraktif di Kepri.
Awak media ; bagaimana menurut anda munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No 26 / 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang baru-baru ini dikeluarkan ?.
Nukila ; "Tanjungpinang di Kepri bersama dengan daerah kepulauan lainnya di Riau, adalah daerah bahari yang sebagian besar wilayahnya adalah laut dan mata pencaharian atau livelihood penduduknya juga di laut termasuk potensi-potensi ekosistem dan wisata bahari. Saya lahir di Bagan Siapi-Api, Riau daerah yang dahulu kaya hasil ikan terbesar kedua di dunia merasa terkejut juga dengan hal itu. Saya dengan regulasi tersebut, karena kan sudah banyak larangan sebelumnya berkaitan dengan penggalian pasir dan ekspor pasir laut," ungkapnya.
"Coba kita telaah, sebelumnya ada Permenperin No;117 tahun 2003 menegaskan tentang larangan ekspor pasir laut, tujuannya menghentikan kerusakan atas lingkungan dan pulau-pulau kecil serta mencegah ketidakjelasan batas-batas maritim laut. Kemudian sebelumnya, ada Instruksi Presiden (Inpres) No.2 tahun 2002, tentang Pengendalian penambangan pasir laut. Kemudian muncul Keputusan Presiden (Keppres) No ;33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan pengawasan pengusahaan pasir laut yang merupakan dasar dari pembentukan Tim Pengendali dan pengawas pengusahaan pasir laut. Selanjutnya Menteri Kelautan dan Perikanan pun telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 01/K-TP4L/VIII/2002 tentang Ketua tim pengendali dan pengawas pengusahaan pasir laut. Bahkan saat ini banyak perundang-undangan seperti UU No; 32tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup beserta PP No; 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, filosofinya UU ini mengatur manusia dan perilakunya dari perbuatan-perbuatan yang merusak dan mempengaruhi alam itu sendiri, semuanya untuk kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain," papar Nukila Evanty.
Kemudian dilanjutkan awak media melontarkan pertanyaan selanjutnya ; siapa menurut anda yang paling terdampak dari kebijakan tersebut ?.
Dengan tegas Nukila Evanty ; "saya mulai dari data dulu ya, saat ini menurut data pemerintah kota, jumlah nelayan Tanjungpinang tercatat 1519 orang, dengan berdasarkan dari data Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka) dengan asumsi masih banyak jumlah nelayan yang belum terdaftar dalam kategori nelayan rentan dan marjinal, termasuk nelayan-nelayan dari pulau luar lainnya yang seasonal datang. Data tadi mencerminkan bahwa penduduk Tanjungpinang banyak yang menjadi nelayan dan mungkin juga ada yang masuk kategori petani pembudidaya laut. Mereka-mereka ini, karena pengaruh climate change, ombak yang tinggi, musim angin, dampak panjang dari pandemi COVID 19 kemarin, sudah mengalami berbagai kesulitan untuk menangkap ikan diperairan dekat mereka, bahkan harus melaut jauh hingga kabupaten terdekat atau pulau terdekat (Kepulauan Anambas atau Pulau Nias) dan wilayah perbatasan. Banyak nelayan yang membutuhkan solar sebagai bahan bakar untuk melaut jauh",
"Penelitian saya dengan teman-teman alumni Australia yang disupport oleh DFAT tentang nelayan tradisional, mengungkap banyak hal yang dialami nelayan tradisional, termasuk perempuan nelayan sebagai breadwinner artinya sebagai tulang punggung keluarga, perempuan sebagai ibu rumah tangga yang pada akhirnya, banyak diantara perempuan ini lebih memilih mengadu nasib kenegara seberang atau menjadi pekerja migran hanya untuk membantu ekonomi keluarganya. Banyak anak nelayan yang putus sekolah karena misalnya kesulitan ekonomi dan jarak sekolah yang jauh'. Pungkasnya. Minggu (11/06/2023) melalui pesan WhatsApp.
Awalludin.
Sumber ; Nukila Evanty.