Komisi I DPRD Natuna Melakukan Sidak ke RSUD Natuna |
Dalam Sidak tersebut, pihak Komisi I mengecek secara langsung beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh RSUD. Diantaranya persediaan obat-obatan, ruang inap pasien, administrasi hingga kondisi para pasien yang sedang dirawat.
Kata Wan Sofian, Sidak ini dilakukan, menyusul adanya keluhan dari masyarakat, yang merasa kurang mendapatkan pelayanan maksimal dari petugas medis di RSUD.
Beberapa pelayanan tersebut, kata Wan Sofian, diantaranya adalah mengenai obat-obatan yang tidak lengkap, sehingga pasien harus menebus obat di beberapa apotek luar, yang harganya cukup memberatkan masyarakat.
"Selain itu kami juga menerima laporan, bahwasannya penanganan di RSUD lambat, sehingga pasien harus rela mengantre berjam-jam," sebut Wan Sofian.
"Bayangkan saja, terkadang pasien datang jam setengah delapan, tapi karena dokternya belum datang, terkadang jam sepuluh baru mendapatkan layanan. Berarti mereka harus menunggu dua setengah jam. Itu pun bagi pasien yang datang pertama, belum lagi yang datang terakhir," terang Wan Sofian.
Selain itu, kata Wan Sofian, pihak RSUD diminta untuk segera melengkapi segala administrasi, untuk mendapatkan legalitas pengelolaan dan layanan. Diantaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Lingkungan dan Izin Pengelolaan Limbah Medis.
"Misalnya buang limbah medis sembarangan itu, bisa melanggar hukum. Ini kalau kami biarkan, berarti kami yang salah. Makanya harus selalu kami ingatkan. Kami bukan mau mencari kesalahan, tapi kami ingin adanya perbaikan. Saya harap dengan adanya Direktur yang baru, fasilitas, legalitas dan pelayanannya juga harus baru, dalam arti harus lebih baik lagi," harap Politisi PDI- Perjuangan tersebut.
Sementara itu, Raja Marzuni, mengatakan, bahwa RSUD Natuna sudah sering dilakukan Sidak. Namun dari waktu ke waktu, masalah yang dihadapi masih sama, yaitu menyangkut kekurangan anggaran. Sehingga sarana dan prasarana serta pelayanannya, jadi terhambat.
Politisi PPP itu berharap, agar RSUD Natuna segera menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), supaya dapat mengelola anggaran sendiri untuk mengadakan fasilitas dan obat-obatan.
"Jadi kalau ada kekurangan obat atau fasilitas yang lain, pihak Rumah Sakit bisa langsung mengadakan sendiri, tanpa harus menunggu proses lelang, ini akan memakan waktu," kata Raja Marzuni.
Ditempat yang sama, Kepala Bagian Umum RSUD Natuna, Harpen Suryadi mengatakan, bahwa saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna, melalui Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD), belum membayar klaim masyarakat yang berobat menggunakan Kartu Natuna Sehat (dulu Jamkesda) dan pembelian obat-obatan, kepada pihak RSUD Natuna, dari tahun 2017 lalu.
Bahkan kata Harpen, tunggakan pembayaran tersebut, mencapai Rp 11,8 milyar. Diantaranya tahun 2017 sebesar Rp 7,6 milyar, sedangkan tahun 2018 sebesar Rp 4,2 milyar.
"Sedangkan mengenai legalitas, kami masih menunggu IMB, kalau IMB nya belum keluar, kami tidak bisa melanjutkan izin selanjutnya. Saat ini kami sedang mengurus IMB, izin lingkungan dan izin pengelolaan limbah medis. Beberapa hari lalu tim teknis dari Dinas Perkim dan Perizinan sudah turun, tinggal menunggu saja hasilnya," ungkap Harpen.
Sementara mengenai kelangkaan obat-obatan, disampaikan Kepala Gudang Farmasi RSUD Natuna, Sulastri, bahwasannya banyak dokter baru yang kurang memahami merk obat. Sehingga pasien disarankan untuk membeli obat diluar RSUD.
"Sebenarnya kita tidak kekurangan obat, mungkin saja dokter yang baru sudah terbiasa dengan merk obat lain yang tidak ada disini, akhirnya mereka suruh beli obat diluar. Padahal disini ada, tapi beda merk, fungsinya sama," ucap Sulastri kepada sejumlah wakil rakyat tersebut.
Saat ini, pihak RSUD sedang fokus membenahi dan melengkapi sarana dan prasarana serta layanan terhadap pasien, agar segera naik status, dari tipe C menjadi tipe B.( Erwin Prasetio/red)
Editor;hen