Sidang itu dipimpin oleh Majelis Hakim Tunggal Taufik Abdul Halim Nainggolan. Saat pengambilan sumpah saksi Leo, diminta ke depan untuk melakukan sumpah. Tiba-tiba Leo memprotes.
"Yang mulia, saya tidak mau disumpah alkitab yang biasa digunakan Kristen Protestan. Saya seorang Katolik, mohon izin lihat pada KTP-el saya. Alkitab yang biasa kami pakai adalah kitab Deuterokanika. Bukan Kitab yang ada di meja yang mulia," kata Leo disertai protes kepada Hakim Tunggal Taufik Abdul Halim Nainggolan di depan persidangan.
Hakim Tunggal Taufik dan beberapa pengunjung sidang pun terkejut mendengarkan kesaksikan Leo. ''Lah bukannya sama?," jawabnya dengan spontan. Di depan meja hijau itu pun, Hakim Tunggal Taufik meminta Leo untuk menjelaskan landasan yuridis.
Jelas Leo kepada Hakim Taufik, Kitab Katolik dengan yang biasa digunakan sangat beda. Perbedaannya ada pada beberapa surat Deuterokanonika. Di Kitab Protestan, tidak terdapat surat Deuterokanonika. "Ini pak kitabnya," kata Leo seraya menunjukan Alkitab Deuterokanonika milik Katolik yang kebetulan dibawa.
Persidangan pun dilanjutkan. Hakim Taufik kemudian melakukan sumpah terhadap Leo dengan Alkitab Deuterokanonika yang dibawa. Dengan tangan kiri memegang kitab, dan tiga jari tangan diacungkan. Lalu menyakatakan kata-kata sumpah.
Atas itu, ketika wartawan menanyakan kepada Leo, ia mengatakan sangat menyayangkan tindakan pengadilan negeri Batam yang tidak menyediakan kitab suci yang dimiliki dan diyakini oleh Katolik.
"Saya sangat sayangkan. Di sini saya bukan mencari panggung. Tapi saya sebagai orang Katolik punya beban moral meluruskan ini. Ini tidak boleh dibiarkan. Kalau dibiarkan, ansumsinya, seluruh putusan PN selama ini khsusus kesaksian seorang beragama Katolik apakah itu kasus pidana atau perdata tidak sah. Jelas tidak sah," jelas Leo yang juga seorang berlatar belakang pendidikan hukum.
Jelas kata dia, kesaksian seseorang disumpah berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing. Ia mencontohkan, si A disumpah karena kesaksiannya. Agama si A adalah Protestan. Lalu disumpah pakai kitab Katolik. '
"Ini tidak sah. Ini jelas kualitas soal penyumpahan. Karena pada pasal 160 ayat 3 KUHAP itu menyatakan, bahwa pengambilan sumpah harus dilakukan menurut cara agama saksi. Permasalahannya, pengucapan sumpah menurut agama yang dianut saksi, diperkirakan memperkecil kemungkinan saksi memberi keterangan palsu atau bohong. Berarti kalau saya pakai kitab lain, bisa donk saya bohong,'' papar Leo.
Leo mengkhatirkan, 73 tahun Indonesia merdeka kitab Deuterokanonika tidak berada di pengadilan. Bukan saja hanya di Batam. Bahkan seluruh Indonesia. ''Mungkin saja,'' imbuhnya.
Leo memohon, agar Mahkamah Agung RI dapat membuat surat edaran seluruh pengadilan se-Indonesia atau badan-badan lain yang biasa menggunakan penyumpahan, untuk membedakan kitab yang umumnya dipakai Protestan dengan yang dipakai dan imani Katolik. "Agar tidak ada lagi kekeliruan. Ini jelas keliru sekali pemahaman kita kalau kitab suci orang lain kita disumpah," pintanya.
Leo juga berencana, akan menyurati Mahkamah Agung RI soal ini dan juga Keuskupan Pangkalpinang yang membawahi Katolik di Kepri. Bahkan tak hanya itu, Leo berencana akan menyusun langkah yuridis untuk melakukan uji materi ke MA soal putusan selama ini khusus orang katolik yang diambil sumpahnya dengan kitab protestan.
"Tentu kami dan tim pemuda Katolik baik yang ada di Batam maupun di luar Batam akan mengkomunikasi hal ini. Bila perlu kita ajukan gugatan. Tujuannya, agar kekeliruan ini diluruskan. Ini masalah aqidah soalnya,'' tambahnya.(*)(red)
Editor:hen