Kepri News, Batam - Ribuan pekerja di Batam yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berunjuk rasa secara damai di depan kantor Walikota Batam salah satunya untuk menolak UMK 2015 yang akan ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2,1 juta atau turun dari UMK sebelumnya yang sebesar Rp 2,422 juta.
"UMK Rp 2.1 juta sakitnya tu disini. Sakitnya tu disini," teriak para pekerja.
Buruh menuntut agar pemerintah kota Batam harus bisa menetapkan UMK tahun 2015 sebesar Rp 3.3 juta.
Pasalnya menurut mereka, dengan UMK Rp 2.1 juta tidak bisa menyejahterakan keluarga.
" Hidupi kelurga harus over time. Dewan dan pengusaha Kota Batam tidak bisa memperhatikan nasib pekerja dan ini sebuah kenistaan dari pengusaha ke kaum buruh, " kata orator demo, Suprapto.
Menurutnya, UMK yang diinginkan pemerintah dan pengusaha tidak sebanding dengan semakin naiknya kebutuhan pokok yang terus menerus dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kita tolak UMK Rp 2,1 juta, Perda soal upah yang direncanakan untuk naik 2 tahun sekali, dan rencana pemerintah menaikkan BBM. UMK turun dan BBM naik, semakin susah kita," kata Suprapto diikuti para buruh dan pekerja.
Selain itu para buruh dan pekerja pun menolak rencana kawasan industri menjadi obyek vital. Apabila dijadikan obyek vital maka nasib buruh semakin tidak menentu.
"Kalau negara jadikan obyek vital kaum pekerja mau dikemanakan. kalau rumah bupati, DPR dan sebagainya jadi obyek vital itu bisa. Kawasan industri tidak boleh jadi obyek vital nanti pengusaha merasa nyaman,"kata Suprapto.
"UMK Rp 2.1 juta sakitnya tu disini. Sakitnya tu disini," teriak para pekerja.
Buruh menuntut agar pemerintah kota Batam harus bisa menetapkan UMK tahun 2015 sebesar Rp 3.3 juta.
Pasalnya menurut mereka, dengan UMK Rp 2.1 juta tidak bisa menyejahterakan keluarga.
Tolak UMK Batam Rp 2.100.000 |
Menurutnya, UMK yang diinginkan pemerintah dan pengusaha tidak sebanding dengan semakin naiknya kebutuhan pokok yang terus menerus dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kita tolak UMK Rp 2,1 juta, Perda soal upah yang direncanakan untuk naik 2 tahun sekali, dan rencana pemerintah menaikkan BBM. UMK turun dan BBM naik, semakin susah kita," kata Suprapto diikuti para buruh dan pekerja.
Selain itu para buruh dan pekerja pun menolak rencana kawasan industri menjadi obyek vital. Apabila dijadikan obyek vital maka nasib buruh semakin tidak menentu.
"Kalau negara jadikan obyek vital kaum pekerja mau dikemanakan. kalau rumah bupati, DPR dan sebagainya jadi obyek vital itu bisa. Kawasan industri tidak boleh jadi obyek vital nanti pengusaha merasa nyaman,"kata Suprapto.